Popular Posts

Blogger templates

Blogger news

Blogroll

About




Siapa

Siapa yang bohong....?

Tersemat kalimat itu ingin bicara

Tentang sebuah keraguan

Juga terbersit ketidakpercayaan...

Mengapa??? Ada apa??


Dulu...

Saat engkau menyuapi puding itu..

Bukankah engkau yang berapi-api

Cerita kalau kita bisa menyatu

seperti mikrofon itu ...

"aku jadi kabel , kamu miknya

kamu mik, aku kabelnya.... tidak terpisahkan!"

"uuuhhh what a sweet...!" mengapa sekarang?

Apakah cintamu telah menjadi wireless?


Terjalinnya hubungan ini

memberi banyak arti dan kenangan

inginya ada harapan yang tetap

kita jaga bersama.... masih kan ??





ia diam di sana

berdiri di tempat itu


tertegun tanpa berucap

melihat tingginya pertanda

bilangan atau pertanda yang menjulang

sesekali rambut kepalanya disibak

kepalanya digaruk-garuk

biar itu bukan karena gatal

adalah kemasan pembungkus menghias

sewarna bawahan ketat yang dikenakan


senandungnya terkadang didengar

entah apa yang dinyanyikan

namun matanya tetap saja

selaksa enggan berkedip

kerut keningnya meracik eja

pada lingkar kata tebal tipis

yang dibuat agar memudah cara

biar semua hanya di duganya sendiri

hingga ia tersenyum mengangguk.. oh itu....


PALSU???

Tidak kusadari

Jika mengharapkan engkau

Yang pernah memberikan mimpi

Juga bunga-bunga harapan

Mendapat ujung yang berbeda


Boleh orang bilang


Kesempatan bisa datang 

Bukan hanya sekali 

Cari yang nggak laku 

Siapa pula yang mau 


Pilih yang murah 

Seringkan kamu dibikin 

Semakin bertambah gerah....


Gimana yang adem 

Emang kamu orang bakalan betah 

Kalo tempat itu bisa kasih makanan 

Ini cukup lumayan jauhnya guys 

Harus rela jalan lumayan panjang 

Baru mulai kelihatan aslinya tempat 

Belahan belahan bumi 

Yang seperti masih selalu 

Menyembunyikan  sisi keindahan 

Dengan bertabur macam kelezatan...



Butuh pengalaman 

Melihat seperti rasa itu

Mencari bentuk yang kelihatan

Menggali  bahkan yang tidak terjangkau tangan

Menemukan yang tidak mungkin terlihat lagi

Kelezatan itu berada sangat dekat

Tersimpan dan tidak bisa ditunjukkan

Di dalam sebuah bentuk yang terpisah-pisah

Berada untuk penghuni yang menyatu

Istimewa menjadi yang disebut sebuah santapan...

Buat pesta atau keseharian semau lidah menyentuh.......


Belum besar 

Ia punya ukuran

Masih mudah untuk dipegang 

Bisa ada dalam satu genggaman 

Tanpa gerak atau menoleh 


Dalam kecil ukuran ia 

Tetap jadi perenang handal 

Dangka dilibas hingga menyelam 

Menuju tempat yang dalam 

Tampak kecil ukuran badan 

Namun utuh lenkapnya bungkus 

Aman melindung dinginnya air 


Sama rasa ia miliki 

Dalam gurihnya terus dicari 

Akan ada ia disini 

Tidak sendiri dalam selimut 

Jubal berhimpit di dalam daun 

Ia bukan ikan yang besar 

Yang menerima nama baru 

Bersama teman-temannya dan juga bumbu 

Tanpa ia harus menanti tubuhnya membesar.





Dalam usaha yang sangat cerdik 

Ia lincah mengecilkankan bentuk 

Kusuka caranya membentuk 

Dengan sangat mudah dan cepat 

Tahu nggak tujuannya?

Aku menggelengkan kepala saja 

Sambil mbantunya menyusun 

Ditempat lain yang disiapkan....

Lalu ia mengangkat yang besar 

Kemudian ia bertanya lagi 

"You nggak habis kan ukuran ini?"

"Ha ha ha, head nggak lah sebesar itu!"

Ia terus lincah memotong dan memotong sambil mengangguk - angguk mengiyakan ukuran yang ditunjukkan.

"Dengan lumuran bumbu sejumlah ini dan terbatas waktu kita memasak, maka tidak akan ia matang hingga meresap dan enaknya pasti beda , karena tidak sampai dalam"

Api panggangan itu memanggil-manggil 

Baranya telah semakin tampak memerah 

Tinggal menaiikkan ini semua sesaat lagi....


"Ada yang kurang!"

Ia mengajakku berlari keluar.

Tidak lebih dari seratus meter Kami sudah tiba do bawah pohon rindang.

"Itu dia "

Lalu aku memunguti buah-buah yang sudah terjatuh itu. Keranjang kecil yang dibawanya sudah terisi setengah lebih.

"Cukup" kita pulang.

Merasa penasaran aku bertanya kenapa tidak ambil yang masih berbentuk bagus yang berada di pohon.

"Ini buah asam, yang akan kita gunakan untuk bumbu masakan kita, juga nanti kita bisa buat minuman.yang ini sudah sangat baik dan lebih baik daripada yang masih di pohon itu."

Lalu kuikuti saja ia yang bergegas kembali me dapur. Sambil melangkahkan kaki mengikutinya terpikir olehku betapa luarbiasanya alam yang sudah memberi kemudahan, bahkan memilihkan yang terbaik. Hal yang baru aku sadari saat mulai belajar memasak dengannya.

Kekurangan yang dapat dilengkapi dengan melangkahkan kaki sedikit menambahkan bumbu yang ternyata walau cuma satu tambahan tetap memberi ilmu tambahan yang bermakna.