Popular Posts

Blogger templates

Blogger news

Blogroll

About

Kontrak tidak dibuat

Ini bukan rumah tinggal

AtauCerita bicara tentang sebuah kontrakkan

Yang sering disediakan oleh banyak orang

Juga dicari oleh bakal para penghuninya


Ini hanya tentang ia

Yang terbiarkan ada

Saat malam membagikan

Cerita-cerita dari masa lalu

Yang turun temurun dikisah

Para penghuni wilayah tanpa lelah

Dikejar pergantian hari yang seakan-akan

dapat merebut cerita milik mereka sendiri....


yang lain

sebagai pendatang

turut mendengar di sana

bagaimana cerita itu memang ada

namun tidak masuk di dalam minatnya

mendengarnya sebagai suara angin lalu saja

dengan tetap meneruskan kecintaannya sendiri......


sepertinya itu penting

melihat dengan caranya

sebagai pendatang yang tahu

mengambil sikap tanpa membeban diri

memusingkan akan hal-hal yang betul...

atau sungguh-sungguh tidak dimengerti

setidaknya berhemat tanpa menguras energi....

sebuah cara menganggap seperti angin lalu

yang ternyata tidak semudah begitu....

hingga semua berlalu.... sungguh terlalu haruskah begitu?

Muliannya Logam: Seumpama logam  Mulia sangat gagasanmu  Secepat kilat langsung mendekat  Jauh kirim tanpa penghambat Juga jadi penguat tekat  Hampir mundur ...

  Monolog Fiktif Seekor Babi di Pantai


Di tengah pesona pantai yang sepi, seekor babi berdiri sambil menatap lautan yang berkilauan, pikirannya melayang jauh....

"Ah, pantai ini... sejuk dan tenang, jauh dari kerumunan yang selalu memburuku. Di sini, aku bisa melupakan semuanya. Namun, mengapa bayang-bayang itu tak mau pergi? Teringat beberapa waktu lalu, saat keceriaanku tiba-tiba berubah menjadi ketakutan yang mencekam. Mereka menyebutku babi ngepet, pencuri uang masyarakat, seolah hanya karena aku melintasi sampah-sampah di perkampungan mencari umbi dan daun segar. Tidakkah mereka tahu bahwa aku hanya makhluk yang berjuang untuk hidup?

Musim kering ini terasa begitu menyiksa. Dari satu tempat ke tempat lain, aku mencari makanan, tapi hanya mendapatkan sisa-sisa yang tak layak. Ketika melompati tas kecil yang sudah robek, suara teriakan itu mengejutkanku. "Tangkap dia! Babi ngepet!" Muncul segerombolan warga, penuh semangat, tapi semangat yang salah. Mereka tidak melihatku sebagai makhluk hidup, tetapi sebagai monster yang harus diusir."

Suara ombak bergulung-gulung memecah kesunyian, seakan menggambarkan perasaanku yang tertekan.

"Lautan, oh lautan, engkau yang tak pernah memburu seperti mereka. Di sini, aku ingin mengadu. Kenapa kenyataan hidupku harus sesulit ini? Semua yang aku lakukan hanyalah untuk bertahan hidup. Namun, ketika aku berlari, hatiku bergetar. Terasa pahit saat menyadari bahwa cara pandang mereka hanya bisa menghakimiku dengan stigma dan kebencian."

Sambil menatap ombak yang berdebur, ia merenung, mencari harapan di tengah kesedihan.

"Di antara suara ombak yang tak henti-hentinya, aku berharap suatu saat mereka bisa mengerti. Mengerti bahwa aku bukan monster. Aku hanya seekor babi, berjuang dalam dunia yang keras ini. Dan mungkin, suatu ketika, aku bisa menemukan tempat yang aman, di mana tak ada lagi teriakan yang mengejarku, dan aku bisa hidup damai, tanpa ketakutan."

Babi itu meratapi takdirnya dengan tatapan kosong, sementara lautan terus bernyanyi, menjawab ketidakpastian hidupnya dengan melodi abadi.

==== 



talikan niatmu yang tulus itu
rasa tak sabar jua 
inginnya dekat dan memandangmu 
duduk berdekat semakin hangat 
berdua tanpa ada pengusik...

engkau teramat indah 
dan bernilai bagiku 
aku telah tertawan 
memadu geloranya rasa....

suaramu seakan membius 
hati melayang terbang kelangit 
yang biru berlukiskan senyumanmu 
tanpamu semua terasa hampa 
haruskah langit berdusta padamu....



Untuk kesekian kali
Kuarahkan pandangan  ini
Hanya kepadamu
Tanpa kuperduli akankah
Engkau mengerti akan maksudku...
Ada yang membuatku tertawan
Hingga langkah ini harus terhenti...

Sayat sepi hati ditengah keriuhan
Lengkingan nama tersebut satu persatu
Apa yang dapat kulukis dari semua itu
Masih ditengah langkah untuk dapat menggapai
Mekar harapan pernah memberi wanginya
Pernah dipilih dengan pejaman lembut sayunya mata
Mengapung disela daun-daun yang terikat 
Oleh sulur-sulur yang pernah mengalirkan pesan cinta

Lebih dari satu kali
Ombak dan riak angin membawa
Tanda mengertinya akan arti peristiwa ini
Usaha untuk membawa diri melengkap sedikit cita

Sekarang telah kumiliki
Lebih dari yang tampak menggembirakan itu
Untuk apa semua itu jika bukan untuk dirimu
Yang telah rela melewatkan indah waktu bersama....
Untuk mengerti betapa berartinya suasana itu bagiku.



Kemana arah akan berlanjut 
Usai sekian jauhnya tertempuh
Disini kita memilih harus berhenti 
Untuk kesekian kali dan saling memandang 
Keharusan dibisikan oleh keharuan semu 
Tiada menjadi arti selain cengkeram logika 
Siapa yang dapat dijadikan penentu layak 
Mengerti akan jutaan mata telah menanti 
Seakan telah rela memberi serah suara bibir mereka akan inginya meneriakkan hasrat menjadi pemilik semua tempat yang telah memberinya hidup....
Walau harus berebut dengan debut rakusnya perompak  berbekal tameng kuasa...mnindas  dengan merasa lebih digdaya dan bertabat....
Pandangan yang bertebaran itu... berangsur - angsur bagai menyatu arah seperti butir -butir pasir diatas kertas putih....
Walau tiada nuncul ia yang berada dibaliknya untuk menampakkan otot atau kebesaran tulangnya duga akan kekuatan dan daya tariknya ... tak sebatas drama bayang -bayang pengecut yang akan berlari dari masalah....
Saat tengah hari yang pernah dimaksudnya tiada lain mengatakan kebulatan tekatnya yang utuh, dan tidak mudah digoyahkan tipu daya penipu murahan ...


Mengais sisa ingatan masa lalu
Setelah tertimbun bualan-bualan obrolan jelata
Rempong riuhnya pelacur nyinyir menawarkan diri
Sementara yang lain jika layak sebagai minuman
Telah nyaris habis diteguk para begundal beruang....
Sudah kubuang rasa malu singgah melewati berminggu-minggu
Yang bukan pula mereka dan aku harus merelakan berhimpit
Saat larut malam tanpa  perapian bersama semua menggigil
Kedinginan... haruskah ku katakan itu sebagai dingin... lagi...

Aku akan menghampirimu
Kelak pada waktunya....
Jauhkan keinganmu untuk berimajinasi
Akan tempat itu....
Ini akan menjadikan bayang kengerian di dalam
mimpi-mimpimu... jik aku paksakan
Apalagi mereka tengah bersiap dalam diamnya.....
Dilorong-lorong sempit...
Di sudut-sudut pembuangan sampah dan 
Kerumunan jelata mengais sisa makanan
Para gelandangan kotor berbadan bau berambut gimbal....
Semua dalam bergandeng tangan
Membisikkan bahasa mereka...
Sebuah cara yang mereka punya
Ketika ada yang sangat harus dijaga
Yang hanya mereka kenali....
Isyarat bagi kesiagaannya
Memagari ratu bagi bai mereka
junjungannya bagi banyak kalangan
yang akan melewati... tempat mereka
Gadis-gadis cantik tak kalah siaga...
Para penyamun menghentikan 
hari operasi tanpa sembarang dipilih...
Para penjahat tak kurang siasat
menautkan rangkai rapat eratnya ikat
dari jalan-jalan yang ramai dan sepi
dari yang utama hingga dan lorong-lorong 
terdekat bahkan yang sepi....
Karena hanya kepada ia...
yang pantas mendapat hormat
Tak akan boleh yang bisa lagi
memberinya nikmat dan aneke dambaannya
tanpa peduli disebut laknat jika
tidak turut ambil peran didalam setiap sekat
menyambut berlalunya ia yang akan melewati tempatnya....
karena ia yang sangat mengerti akan semua keadaan
dan bahkan setiap derita....,
.... ia tak pula hanya pantas dihormati
jika tak dianggap sebagai bagian diri....
ia mungkin seperti disembah 
dimana pun ia punya titah......
bagi semua yang mengerti tentangnya......
riuh suara tanpa kata-kata saling menutur dalam baur
agar mengutuh setiap pesan pun kepada teman
yang sedang terbujur mendengkur....

kecuali ....
kepolosan bocah
yang sangat kecil dipenuhi rasa
sangat ingin tahu
sepadan kalangan yang tanpa pernah melewati
batas menengah ke bawah deritanya para penghuni
barisan gedung-gedung kebanggaan kota yang dulu pernah
diperebutkan para penguasa ketika negeri seperti tak bertuan....
....aneka tanya tanpa terjawab...
oleh satu pun yang ada di sana....
seperti apa wajah wanita itu...?
hingga semua para  jelata, begundal dan semua begitu menanti
hingga semua merasa ia bagian dirinya.... masing-masing....

cerita yang luput telah terpungut
telah memilih siwajah keriput....
penghantar tidur anak-anak terlantar
diemper gedung-gedung tua tanpa latar
yang telah ditinggalkan para penghuninya....
kisah itu tak ada dihadapan kemampuan bayangan
kepolosan bocah-bacah  yang adalah penanti suapan
para pemilik tangan yang merelakan sabagian piringnya...
terlebih setelah tanpa tahu lagi nasip kedua orang tuanya....
hingga terselip pula harap bila saja wanita yang belum mampu
dibayangkan itu akan melewati tempatnya kelak.....
dipandang dalan kantuk arah jalan itu terus menjauh...
letaknya menuju semakin dalam...
semakin memasuki perairan yang sangat dalam.....