Popular Posts

Blogger templates

Blogger news

Blogroll

About

Untuk kesekian kali
Kuarahkan pandangan  ini
Hanya kepadamu
Tanpa kuperduli akankah
Engkau mengerti akan maksudku...
Ada yang membuatku tertawan
Hingga langkah ini harus terhenti...

Sayat sepi hati ditengah keriuhan
Lengkingan nama tersebut satu persatu
Apa yang dapat kulukis dari semua itu
Masih ditengah langkah untuk dapat menggapai
Mekar harapan pernah memberi wanginya
Pernah dipilih dengan pejaman lembut sayunya mata
Mengapung disela daun-daun yang terikat 
Oleh sulur-sulur yang pernah mengalirkan pesan cinta

Lebih dari satu kali
Ombak dan riak angin membawa
Tanda mengertinya akan arti peristiwa ini
Usaha untuk membawa diri melengkap sedikit cita

Sekarang telah kumiliki
Lebih dari yang tampak menggembirakan itu
Untuk apa semua itu jika bukan untuk dirimu
Yang telah rela melewatkan indah waktu bersama....
Untuk mengerti betapa berartinya suasana itu bagiku.



Kemana arah akan berlanjut 
Usai sekian jauhnya tertempuh
Disini kita memilih harus berhenti 
Untuk kesekian kali dan saling memandang 
Keharusan dibisikan oleh keharuan semu 
Tiada menjadi arti selain cengkeram logika 
Siapa yang dapat dijadikan penentu layak 
Mengerti akan jutaan mata telah menanti 
Seakan telah rela memberi serah suara bibir mereka akan inginya meneriakkan hasrat menjadi pemilik semua tempat yang telah memberinya hidup....
Walau harus berebut dengan debut rakusnya perompak  berbekal tameng kuasa...mnindas  dengan merasa lebih digdaya dan bertabat....
Pandangan yang bertebaran itu... berangsur - angsur bagai menyatu arah seperti butir -butir pasir diatas kertas putih....
Walau tiada nuncul ia yang berada dibaliknya untuk menampakkan otot atau kebesaran tulangnya duga akan kekuatan dan daya tariknya ... tak sebatas drama bayang -bayang pengecut yang akan berlari dari masalah....
Saat tengah hari yang pernah dimaksudnya tiada lain mengatakan kebulatan tekatnya yang utuh, dan tidak mudah digoyahkan tipu daya penipu murahan ...


Mengais sisa ingatan masa lalu
Setelah tertimbun bualan-bualan obrolan jelata
Rempong riuhnya pelacur nyinyir menawarkan diri
Sementara yang lain jika layak sebagai minuman
Telah nyaris habis diteguk para begundal beruang....
Sudah kubuang rasa malu singgah melewati berminggu-minggu
Yang bukan pula mereka dan aku harus merelakan berhimpit
Saat larut malam tanpa  perapian bersama semua menggigil
Kedinginan... haruskah ku katakan itu sebagai dingin... lagi...

Aku akan menghampirimu
Kelak pada waktunya....
Jauhkan keinganmu untuk berimajinasi
Akan tempat itu....
Ini akan menjadikan bayang kengerian di dalam
mimpi-mimpimu... jik aku paksakan
Apalagi mereka tengah bersiap dalam diamnya.....
Dilorong-lorong sempit...
Di sudut-sudut pembuangan sampah dan 
Kerumunan jelata mengais sisa makanan
Para gelandangan kotor berbadan bau berambut gimbal....
Semua dalam bergandeng tangan
Membisikkan bahasa mereka...
Sebuah cara yang mereka punya
Ketika ada yang sangat harus dijaga
Yang hanya mereka kenali....
Isyarat bagi kesiagaannya
Memagari ratu bagi bai mereka
junjungannya bagi banyak kalangan
yang akan melewati... tempat mereka
Gadis-gadis cantik tak kalah siaga...
Para penyamun menghentikan 
hari operasi tanpa sembarang dipilih...
Para penjahat tak kurang siasat
menautkan rangkai rapat eratnya ikat
dari jalan-jalan yang ramai dan sepi
dari yang utama hingga dan lorong-lorong 
terdekat bahkan yang sepi....
Karena hanya kepada ia...
yang pantas mendapat hormat
Tak akan boleh yang bisa lagi
memberinya nikmat dan aneke dambaannya
tanpa peduli disebut laknat jika
tidak turut ambil peran didalam setiap sekat
menyambut berlalunya ia yang akan melewati tempatnya....
karena ia yang sangat mengerti akan semua keadaan
dan bahkan setiap derita....,
.... ia tak pula hanya pantas dihormati
jika tak dianggap sebagai bagian diri....
ia mungkin seperti disembah 
dimana pun ia punya titah......
bagi semua yang mengerti tentangnya......
riuh suara tanpa kata-kata saling menutur dalam baur
agar mengutuh setiap pesan pun kepada teman
yang sedang terbujur mendengkur....

kecuali ....
kepolosan bocah
yang sangat kecil dipenuhi rasa
sangat ingin tahu
sepadan kalangan yang tanpa pernah melewati
batas menengah ke bawah deritanya para penghuni
barisan gedung-gedung kebanggaan kota yang dulu pernah
diperebutkan para penguasa ketika negeri seperti tak bertuan....
....aneka tanya tanpa terjawab...
oleh satu pun yang ada di sana....
seperti apa wajah wanita itu...?
hingga semua para  jelata, begundal dan semua begitu menanti
hingga semua merasa ia bagian dirinya.... masing-masing....

cerita yang luput telah terpungut
telah memilih siwajah keriput....
penghantar tidur anak-anak terlantar
diemper gedung-gedung tua tanpa latar
yang telah ditinggalkan para penghuninya....
kisah itu tak ada dihadapan kemampuan bayangan
kepolosan bocah-bacah  yang adalah penanti suapan
para pemilik tangan yang merelakan sabagian piringnya...
terlebih setelah tanpa tahu lagi nasip kedua orang tuanya....
hingga terselip pula harap bila saja wanita yang belum mampu
dibayangkan itu akan melewati tempatnya kelak.....
dipandang dalan kantuk arah jalan itu terus menjauh...
letaknya menuju semakin dalam...
semakin memasuki perairan yang sangat dalam.....







Akankah masih ada gunanya 

Ketika kesinisan dalam kelola ekspresi 

Yang sejak dahulu engkau selalu terdepan 

Terlalu dini mendramakan keadaan sebenarnya

Seolah menutupi keserakahan dengan ingin memainkan peran legal sesuka kemauan 

Keadaan masa lalu bukan lagi keadaan sekarang, seasat jaman dahulu tidak selalu jitu, merogoh dengan tangan -tangan aturan dengan sarung tangan yang mulai rapuh akan sampai pada tangannya sendiri berpeluh selembab situs megatruh.... menopang kabut dan dinginnya hembusan bayu semilir membisikkan rayu   oh baru tahu...

Adakah teriakan dalam barisan ini, yang dengan lantang bicara "kami punya segalanya, termasuk caraand!; Adakah kepongahan yang terlanjur disampaikan para pemburu keuntungan menaburi siasat murahan bermuka jamak seolah menelan kepercayaan hingga menabur kebencian? Redakan dulu ambisi beregulasi tanpa arah pengendali seimbangnya rasa percaya .....

Kembali pada kenyataan kini juga sama pentingnya ; sebongkah emas dan permata tiada tampak menjadi yang paling dicari oleh gelandangan lapar di depan pertokoan sepi tanpa penghuni dan penjaja lagi... sesepi jalanan yang pernah dihuni oleh deru mesin -mesin dan pekat asapnya.... aku atau kamu atau kita dan siapa...

Akan kembali ke sana 

..



M

Ia cuma bisa itukah
Apakah yang lain belum ada...

Kelihatan rasa ingin tahu
Lunas masih jauh untuk bisa digenapi
Orang tidak ada yang ambil pusing juga
Maka ia terus dan terus menanyakan lagi

Oper kesana-oper ke sini telah dirasakan
Harapan akan dapat kemudahan pernah ditanyakan
Ya semua sudah berlalu dan ia tampak semakin lega
Empat setengah hari masih terlalu singkat melihat hasil
Adakah cara lain ia masih ingin tahu lebih dekat tentangnya

Ia tertunduk
mungkinkah karena lelahnya?
mungkinkah saatnya mengatakan kini apa adanya?
Lalu sesaat kemudian ia mengangguk-angguk
kepada yang lain ia tujukan suaranya
Kurasa ini sudah yang terbaik untuk kita terima.....